Selasa, 04 Januari 2011

RESENSI BUKU

RESENSI BUKU

Sumber: Koran Jakarta, 19 Nopember 2010
Judul : Eden in the East
Peresensi: Geger Riyanto
Penulis : Stephen Oppenheimer
Penerbit : Ufuk Publishing House







Stephen Oppenheimer langsung mengemuka dengan sebuah pandangan yang menggebrak. Peradaban dunia berasal dari Asia Tenggara. Peradaban-peradaban besar, klaim Oppenheimer, berasal dari para penghuni benua besar Paparan Sunda (Sundaland) yang bermigrasi ke seluruh belahan dunia. Tanah kediaman mereka ditenggelamkan oleh kenaikan air laut di periode surutnya zaman es.
Di puncak zaman es, 20.000 hingga 18.000 tahun yang lalu, Asia Tenggara merupakan sebuah pulau yang besarnya dua kali lipat dari India. Nah, yang menjadi pijakan argumen Oppenheimer untuk mengatakan China, India, Eropa, serta berbagai kerajaan besar berakar dari diaspora penduduk Sundaland adalah buktibukti bahwa sejak sekitar 10.000 tahun yang silam orang-orang di benua yang terbenam ini telah menghidupi dirinya dengan pertanian.
Ini jelas sebuah titik balik yang mengubah sejarah manusia. Saya tidak akan pernah ada di sini, menulis sebuah resensi di depan komputer, bila tidak pernah ditemukan cara-cara bertani. Pertanian memungkinkan orangorang mulai hidup menetap, tidak lagi berburu dan meramu.
Tercukupinya stok pangan atau kebutuhan ekonomi yang mendasar masyarakat awal mula ini memungkinkan diversifi kasi pekerjaan, para penduduk tidak lagi terkonsentrasi pada pekerjaan mengumpulkan pangan. Kerajaan sebagai satu bentuk administrasi masyarakat mula-mula hanya dimungkinkan setelah ditemukannya pertanian.
Untuk memberi bangunan penyokong bagi argumennya ini, Oppenheimer memperlihatkan bahwa di berbagai penjuru dunia terdapat mitos tentang banjir dan migrasi besar. Di antara orang Yahudi, berkembang cerita tentang Nabi Nuh yang membangun bahtera untuk menghindari banjir murka Tuhan yang membenamkan seluruh Bumi.
Bandingkan dengan skema berpikir orang-orang Malaysia Barat yang menanggali periode kehidupannya berdasarkan peristiwa banjir. “Saya lahir pada tahun banjir bandang,” ujar satu orang Malaysia. “Keluarga saya pindah kemari sebelum banjir besar,” ujar yang lainnya. Buku Eden in the East menganggap ini terlalu aneh untuk menjadi suatu kebetulan.
Oppenheimer pribadi memang memunyai simpati pada orang-orang Asia Tenggara. Sejak tahun 1970-an, ia bekerja sebagai dokter di sejumlah rumah sakit di wilayah kepulauan ini. Persentuhannya dengan keanekaragaman budaya serta manusia di periode ini membuatnya takjub dan mulai bertanya-tanya. Namun, pandangan radikal dalam Eden in the East ini masih berupa sebuah hipotesis yang rentan terhadap kritik mendasar.
H Pringle, dalam sebuah artikel jurnal, menyebutkan bahwa metode penanaman padi telah ditemukan di China sejak 11.000 SM, mendahului penemuan penanaman padi di Sundaland. Perdebatan masih akan terus mengikuti.
Tetapi di antara semua itu, apa yang paling berarti adalah bagaimana Oppenheimer memperlihatkan bahwa Asia Tenggara lebih dari sekadar pasar buangan produk-produk China. Ada kemungkinan, kepulauan yang tak jarang dipandang remeh dalam peta geopolitik dunia sekarang ini merupakan benih-benih sejarah manusia.
Peresensi adalah Geger Riyanto, alumnus Sosiologi Universitas Indonesia

0 komentar: